Tuesday, September 17, 2013

Dasar Hukum BK

Berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/p/1993 dan No. 25/1993, penghargaan jam kerja konselor ditetapkan 36 jam per minggu dengan beban tugas meliputi penyusunan program (dihargai 12 jam), pelaksanaan layanan (18 jam) dan evaluasi (6 jam). Konselor yang membimbing 150 orang siswa dihargai 24 jam, selebihnya dihargai sebagai bonus kelebihan jam dengan ketentuan tersendiri.

Fungsi Layanan BK

  • Pemahaman: dipahaminya diri klien, masalah klien, dan lingkungan klien baik oleh klien itu sendiri, konselor, maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan.
  • Pencegahan: mengupayakan tersingkirnya berbagai hal yang secara potensial dapat menghambat atau mengganggu perkembangan kahidupan individu.
  • Perbaikan: membebaskan klien dari berbagai masalah yang dihadapinya.
  • Pemeliharaan dan Pengembangan: memelihara segala sesuatu yang baik pada diri individu atau kalau mungkin mengembangkannya agar lebih baik.
Pada saat ini fungsi Layanan bertambah dengan adanya fungsi Mediasi dan fungsi Advokasi, walau hanya pengukuhan atas layanan yang selama ini telah dilakukan hal tersebut menunjukkan bahwa Ilmu Konseling berkembang.

Jenis Layanan BK

Layanan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah meliputi:
  • Layanan orientasi: memperkenalkan seseorang pada lingkungan yang baru dimasukinya, misalnya memperkenalkan siswa baru pada sekolah yang baru dimasukinya.
  • Layanan informasi: bersama dengan layanan orientasi memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki. Informasi yang dapat diberikan di sekolah di anataranya: informasi pendidikan, informasi jabatan,informasi tentang cara belajar yang efektif dan informasi sosial budaya.
  • Layanan bimbingan penempatan dan penyaluran: membantu menempatkan individu dalam lingkungan yang sesuai untuk perkembangan potensi-potensinya. Termasuk di dalamnya: penempatan ke dalam kelompok belajar, pemilihan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, penyaluran ke jurusan/program studi, penyaluran untuk studi lanjut atau untuk bekerja.
  • Layanan bimbingan belajar: membantu siswa untuk mengatasi masalah belajarnya dan untuk bisa belajar dengan lebih efektif.
  • Layanan konseling individual: konseling yang diberikan secara perorangan.
  • Layanan bimbingan dan konseling kelompok: konseling yang dilaksanakan pada sekelompok orang yang mempunyai permasalahan yang serupa.

Konselor pendidikan

Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Konselor pendidikan semula disebut sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula sebagai Guru Pembimbing.
Setelah terbentuknya organisasi profesi yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan menjadi bagian dari asosiasi tersebut.

Pengertian Bimbingan Konseling


bimbingan konselingPengertian Bimbingan Konseling

1. Definisi Bimbingan

Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

Mencari Alternatif Pola Organisasi BK di Sekolah

Secara teoritis, kita akan menjumpai sejumlah pola organisasi Bimbingan dan Konseling (BK) yang bisa diterapkan di sekolah. Fajar Santoadi (2010) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Bimbingan dan Konseling Komprehensif”, mengemukakan 4 (empat) pola dasar organisasi BK di sekolah, yaitu:
  1. Pola Generalis. Tanggung jawab pelayanan BK menyebar di semua pendidik  dan tenaga kependidikan di sekolah (wali kelas, guru mata pelajaran, staf) dan seorang guru BK profesional yang bertindak sebagai Koordinator BK.
  2. Pola Spesialis. Pelayanan BK ditangani oleh tenaga ahli, sehingga dalam struktur organisasi BK terdapat unit-unit pelayanan khusus, misalnya Unit Testing, Unit Konseling,  Unit Bimbingan Karier, dsb.
  3. Pola Kurikuler. Pelayanan BK menggunakan pendekatan “seperti layaknya mata pelajaran” dengan pelaksana utamanya Konselor, dan tidak diperlukan koordinator BK.
  4. Pola–Pola Relasi Manusia. Bimbingan dan Konseling bekerja dengan menciptakan relasi antarmanusia dalam bentuk kelompok-kelompok perkembangan. Konselor dan Guru Mata Pelajaran bertindak sebagai promotor dan pendamping kelompok-kelompok bimbingan.
Sementara itu, Roeber (1955) mengetengahkan pola organisasi BK dilihat dari ukuran jumlah siswa dan sumber daya yang tersedia di sekolah,  mencakup: sekolah kategori kecil, sedang, dan besar, dengan menggunakan pola organisasi BK tersendiri.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, Depdiknas (2008) menawarkan pola organisasi yang menjadi rujukan sekaligus standar pola organisasi BK di sekolah-sekolah. Pola organisasi yang ditawarkan Depdiknas ini seperti tampak dalam gambar berikut ini:
Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Gambar 1. Struktur Organisasi Bimbingan Konseling
Berdasarkan gambar di atas tampak bahwa pola organisasi BK melibatkan seluruh personil sekolah, dan  pihak luar yang mungkin bisa dilibatkan dalam pelayanan BK. Pola ini mengasumsikan bahwa di sekolah telah tersedia guru BK (satu atau lebih) yang secara khusus menangani pelayanan BK.
Selain itu, Depdiknas (2009) juga telah memberikan rambu-rambu beban kerja Guru BK, bahwa seorang Guru BK mengampu paling sedikit 150 (seratus lima puluh) dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) siswa per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk layanan tatap muka terjadwal di kelas untuk layanan klasikal dan/atau di luar kelas untuk layanan perorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan yang memerlukan.
Dalam praktiknya muncul permasalahan bahwa tidak semua sekolah memiliki guru BK dalam jumlah yang memadai, bahkan masih banyak sekolah yang sama sekali belum memiliki guru BK. (Lihat tulisan ini: Sekolah Kekurangan 92.572 Guru Konseling). Banyak sekolah yang mencoba menggunakan pola organisasi BK seperti yang dianjurkan Depdiknas, tetapi tampaknya cenderung hanya basa-basi alias sekedar formalitas saja, sehingga kurang memberikan dampak terhadap efektivitas pelayanan BK itu sendiri.
Oleh karena itu, mengambil momentum perubahan Kurikulum 2013, saya berharap kiranya pemerintah (Kemendikbud) dapat menyediakan Panduan tentang Pelayanan BK di sekolah, selain menyediakan pola organisasi dan administrasi BK yang standar secara nasional, juga di dalamnya dapat menyediakan pola alternatif yang bisa dipilih dan disesuaikan dengan kondisi dan sumber daya yang tersedia di sekolah masing-masing.
Alternatif yang dimaksud adalah:
  1. Menyediakan pilihan pola organisasi BK beserta  administrasi/ manajemennya bagi sekolah yang sama sekali tidak memilki guru BK.
  2. Menyediakan pilihan pola organisasi BK beserta administrasinya/ manajemennya bagi sekolah  yang memilki guru BK, tetapi jumlahnya tidak memadai.
Dengan adanya panduan yang menyediakan alternatif ini, bagi sekolah-sekolah yang belum memiliki sumber daya yang mencukupi, bisa menentukan pola organisasi dan administrasi layanan BK yang sesuai dengan kondisi dan sumber daya yang ada, sehingga pelayanan BK dapat diimplementasikan secara benar (tidak asal tunjuk orang dan tidak dilakukan secara serampangan) serta dapat dievaluasi secara berkeadilan (khususnya dikaitkan dengan Akreditasi Sekolah dan Penilaian Kinerja Guru BK).
Bersamaan dengan upaya perbaikan mutu layanan BK di sekolah (khususnya berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia BK dan sumber daya lainnya), selanjutnya secara bertahap sekolah terus didorong untuk mampu mengembangkan pola organisasi dan administrasi BK yang ideal atau standar.
Prinsip dasar yang bisa dipegang bersama bahwa pelayanan BK adalah bagian yang tak terpisahkan dari layanan pendidikan di sekolah. Ada atau tidak ada, cukup atau tidak cukup ketersediaan Guru BK di sekolah, siswa tetap membutuhkan pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat untuk kepentingan perkembangan dirinya.



sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/06/16/pola-organisasi-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013

Dalam rangka pelaksanaan Kurikulum 2013, pemerintah melalui Kemendikbud telah menerbitkan peraturan baru tentang Implementasi Kurikulum yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013.
Permendikbud No. 81A Tahun 2013 ini menyertakan 5 (lima) lampiran yang memuat tentang beberapa pedoman yang berkaitan dengan Implementasi Kurikulum 2013, yaitu:
  1. Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;
  2. Pedoman Pengembangan Muatan Lokal;
  3. Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler;
  4. Pedoman Umum Pembelajaran; dan
  5. Pedoman Evaluasi Kurikulum.